Nasib tenaga honorer di Indonesia kembali menjadi sorotan setelah Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, mengusulkan agar tenaga honorer yang telah mengabdi selama lebih dari 10 tahun dapat diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) tanpa melalui tes.
Usulan ini muncul sebagai solusi atas ketidakpastian status tenaga honorer yang sudah bertahun-tahun mengabdi namun masih belum mendapatkan kepastian sebagai aparatur negara.
Dalam kunjungan kerjanya ke Sumatera Selatan, Dede Yusuf menyoroti permasalahan yang dihadapi oleh tenaga honorer, terutama terkait kurangnya formasi yang tersedia bagi mereka untuk menjadi P3K.
Meskipun telah mengikuti seleksi, banyak tenaga honorer yang gagal karena terbatasnya kuota yang disediakan oleh pemerintah.
Menurut Dede Yusuf, dari total 1,7 juta tenaga honorer di Indonesia, sekitar 1,4 juta di antaranya sudah berhasil masuk dalam kategori P3K.
Namun, masih terdapat sekitar 300.000 tenaga honorer yang belum mendapatkan status tersebut, meskipun telah lama mengabdi.
Selain itu, ia juga menyoroti permasalahan munculnya tenaga honorer baru setiap tahunnya, yang semakin memperumit proses pengangkatan menjadi P3K.
Hal ini menyebabkan persaingan semakin ketat dan membuat tenaga honorer yang telah lama bekerja semakin sulit mendapatkan status yang lebih pasti.
Salah satu permasalahan utama yang disoroti Dede Yusuf adalah sistem penggajian P3K yang saat ini masih dibebankan kepada pemerintah daerah.
Padahal, kondisi keuangan setiap daerah berbeda-beda, sehingga tidak semua daerah memiliki kemampuan untuk membayar gaji P3K sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah pusat.
Untuk mengatasi permasalahan ini, Dede Yusuf mengusulkan agar ada standarisasi penggajian yang disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah.
Lebih lanjut, Dede Yusuf mengusulkan agar tenaga honorer yang telah mengabdi lebih dari 10 tahun dapat diangkat langsung menjadi P3K tanpa perlu menjalani tes kembali. Menurutnya, pengalaman panjang yang dimiliki tenaga honorer ini sudah cukup membuktikan dedikasi dan kompetensi mereka di bidangnya.
Usulan ini juga mempertimbangkan tenaga honorer yang sudah berusia lanjut namun belum lulus seleksi P3K.
Dede Yusuf menilai bahwa mereka seharusnya tidak perlu lagi diuji melalui tes, karena pengalaman kerja mereka selama lebih dari 10 tahun sudah menjadi bukti nyata atas kompetensi dan pengabdian mereka.
Bagi tenaga honorer yang telah mengajar selama lebih dari satu dekade, misalnya, Dede Yusuf menilai bahwa mereka pasti sudah memahami metode pengajaran dan sistem pendidikan yang diterapkan di sekolah mereka.
Oleh karena itu, mereka tidak seharusnya disamakan dengan tenaga kerja baru yang baru lulus pendidikan
Dengan adanya usulan ini, Dede Yusuf berharap pemerintah dapat memberikan kebijakan yang lebih adil bagi tenaga honorer yang telah lama mengabdi.
Ia menegaskan bahwa tenaga honorer yang sudah memiliki pengalaman panjang harus mendapatkan apresiasi yang lebih tinggi dari pemerintah.
Selain itu, usulan ini juga dianggap sebagai bentuk penghargaan bagi para tenaga honorer yang telah bertahan dalam kondisi kerja yang tidak menentu selama bertahun-tahun.
Banyak dari mereka yang menerima gaji rendah dan bekerja dalam kondisi yang kurang ideal, namun tetap bertahan demi pengabdian mereka kepada masyarakat.
Meskipun demikian, usulan ini masih perlu dibahas lebih lanjut oleh pemerintah dan DPR untuk melihat kemungkinan implementasinya.
Beberapa pihak mungkin akan mempertanyakan bagaimana sistem seleksi akan berjalan jika tenaga honorer diangkat tanpa melalui tes.
Namun, jika usulan ini diterapkan, hal ini dapat menjadi angin segar bagi tenaga honorer yang selama ini merasa terpinggirkan dan tidak mendapatkan kesempatan yang adil dalam seleksi P3K.
Pengangkatan berdasarkan masa bakti juga dapat memberikan keadilan bagi mereka yang telah pekerja bertahun-tahun dengan dedikasi tinggi.
Dede Yusuf juga menegaskan bahwa kebijakan ini akan memberikan kepastian bagi tenaga honorer yang selama ini merasa diabaikan oleh sistem.
Mereka tidak lagi perlu merasa khawatir harus bersaing dengan tenaga honorer baru dalam seleksi yang ketat.
Di sisi lain, usulan ini juga dapat membantu pemerintah dalam mengurangi jumlah tenaga honorer secara bertahap.
Dengan mengangkat mereka menjadi P3K berdasarkan masa kerja, maka jumlah tenaga honorer yang masih belum jelas statusnya bisa semakin berkurang.
Namun, tantangan terbesar dari usulan ini adalah bagaimana pemerintah dapat mengakomodasi tenaga honorer yang telah lama bekerja, tanpa menimbulkan kecemburuan dari tenaga honorer yang lebih baru.
Kebijakan yang diterapkan harus mampu memberikan keadilan bagi semua pihak.
Saat ini, usulan dari Dede Yusuf masih dalam tahap pembahasan dan menunggu tanggapan dari pemerintah serta pemangku kebijakan lainnya.
Jika usulan ini disetujui, maka akan menjadi langkah besar dalam memberikan kejelasan bagi tenaga honorer di Indonesia.
Sebagai bagian dari solusi, pemerintah juga perlu memperhitungkan aspek anggaran dan regulasi yang lebih fleksibel untuk memastikan implementasi usulan ini dapat berjalan dengan baik.
Kebijakan yang diambil harus mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan tenaga honorer dan keterbatasan anggaran pemerintah daerah.
Apakah Anda setuju dengan usulan dari Dede Yusuf ini? Mari kita nantikan bagaimana kebijakan ini akan berkembang dan apakah pemerintah akan memberikan solusi yang lebih baik bagi tenaga honorer di Indonesia.***
( sumber : melintas.id )