Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) untuk menelaah efektivitas subsidi pupuk di Indonesia. Rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua BAKN DPR RI, Herman Khaeron, ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan dari Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Aliansi Petani, Pemuda Petani Indonesia, serta Perempuan Tani Indonesia.
Dalam rapat, Herman menekankan bahwa subsidi pupuk harus memenuhi prinsip 5T, yakni tepat sasaran, tepat harga, tepat dosis, tepat penyaluran, dan tepat waktu. “Pupuk tidak bisa menunggu petani. Justru pupuk yang harus menyesuaikan dengan jadwal tanam petani,” ujarnya di Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2025)
BAKN menelaah bahwa sejak 2018 hingga 2023, pemerintah telah mengalokasikan anggaran subsidi pupuk sebesar Rp203,44 triliun, dengan realisasi mencapai Rp190,58 triliun atau sekitar 93,68%. Sementara itu, anggaran subsidi pupuk untuk tahun 2025 diperkirakan meningkat tajam menjadi Rp44,15 triliun dengan target volume 9,5 juta.
Masalah Penyaluran
Herman mengungkapkan bahwa penyaluran pupuk subsidi masih menghadapi berbagai masalah, seperti fluktuasi harga dan kelangkaan di masa tanam. “Seringkali, pupuk ada tetapi harganya mahal, sehingga tetap sulit dijangkau petani,” kata Herman. Ia juga menyoroti pentingnya peran masyarakat dalam mengawasi penyaluran pupuk agar tidak terjadi penyimpangan, termasuk pemalsuan pupuk di lapangan.
Selain itu, harga eceran tertinggi (HET) pupuk juga menjadi perhatian. Perbedaan harga di daerah terpencil dibandingkan dengan wilayah perkotaan sering kali terjadi karena biaya logistik dan transportasi yang tinggi. “Margin yang diberikan kepada agen dan pengecer harus cukup agar mereka tidak menahan stok demi menaikkan harga,” tambahnya.
Evaluasi dan Reformulasi
BAKN terus melakukan uji petik di sejumlah pabrik pupuk, baik milik swasta maupun BUMN, untuk mendapatkan data yang lebih komprehensif. “Kami akan ke Pupuk Indonesia Sekandar Muda, Pupuk Kujang, dan Pupuk Kalimantan Timur untuk melihat langsung kondisi di lapangan,” ujar Herman.
Selain itu, BAKN juga mempertimbangkan berbagai opsi reformulasi skema penyaluran subsidi pupuk. Beberapa alternatif yang sedang dikaji antara lain penyaluran melalui kelompok tani (poktan), koperasi unit desa (KUD), atau melibatkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang memiliki akses pada dana desa.
“Kami masih dalam tahap telaah dan belum menyimpulkan rekomendasi final. Setelah pemerkayaan informasi dari para ahli dan uji petik, kami akan mengundang kembali menteri terkait untuk mendiskusikan hasil telaahan ini sebelum dibacakan dalam paripurna DPR,” pungkas Herman.
Dengan adanya evaluasi ini, diharapkan subsidi pupuk dapat lebih efektif dalam meningkatkan produktivitas pertanian dan kesejahteraan petani di seluruh Indonesia.
( sumber : dpr.go.id )