Fakta bahwa masih banyak masyarakat Indonesia belum melek teknologi, harus menjadi pertimbangan penting dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP).
‘’Jangan sampai kita melupakan kenyataan di luar. Kita seakan-akan menganggap masyarakat kita sudah sangat akrab dengan teknologi informasi, sudah canggih. Padahal masih banyak di desa-desa yang belum melek teknologi,’’ kata anggota Komisi I dari FPD, Rizki Natakusumah, dalam rapat panja pembahasan DIM RUU PDP antara Komisi I DPR RI dengan pemerintah di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Kamis (14/1/2021).
Menurut Rizki, meskipun secara umum penggunaan teknologi informasi makin memasyarakat, masih banyak juga yang belum mampu memanfaatkannya karena berbagai alasan. Entah karena ketersediaan alat, atau keterampilan.
‘’Sebagai contoh, saya dari Banten. Di desa-desa di wilayah Serang atau Pandeglang misalnya, banyak input-input data-data Kesehatan dengan cara non elektronik,’’ kata politisi muda ini.
Karena itu, tukas Rizki, Kemkominfo perlu mengakomodir kepentingan pengaturan data non-elektronik dalam RUU PDP ini.
Dalam konteks ini pula Rizki menegaskan, ‘’Kalau pun ada perbedaan antara RUU PDP dengan undang-undang lain, selama menyangkut dengan pengaturan terkait data pribadi, maka kiblatnya adalah undang-undang yang akan kita bentuk ini.’’
‘’Jadi tidak perlu deadlock, rumuskan saja. Saya minta Menkominfo mengakomodir keinginan komisi I tersebut,’’ tambahnya.
Dalam rapat ini, Komisi I DPR Ri juga meminta pemerintah mengklasifikasikan kriteria hak perlindungan data baik pengguna data elektronik maupun non-elektronik untuk menghindari terjadinya masalah pidana di kemudian hari. Hak tersebut meliputi pengaksesan data, pemrosesan data, serta penghapusan data milik pengguna yang diatur dalam RUU PDP. (***)