Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Demokrat, Benny K. Harman, mendesak Panitia Seleksi Mabes Polri untuk menjelaskan secara terbuka kepada publik mengenai keabsahan identitas 11 taruna Akpol yang dinyatakan lolos dari Polda NTT.
Desakan ini muncul setelah adanya protes publik yang menilai hasil seleksi tersebut diskriminatif, karena hanya satu dari 11 taruna/taruni adalah anak asli NTT.
Benny menegaskan bahwa proses rekrutmen taruna Akpol harus dilakukan secara terbuka, transparan, akuntabel, objektif, dan nondiskriminatif, serta bebas dari nepotisme dan titipan anak-anak pejabat.
“Jika proses seleksi benar-benar obyektif dan transparan, maka masyarakat NTT harus menghormati hasil tersebut. Namun, jika terbukti ada kecurangan, saya meminta agar hasil seleksi segera dianulir,” ujarnya, seperti dikutip dari Selatan Indonesia.
Protes publik muncul karena adanya kecurigaan bahwa NTT hanya digunakan sebagai tempat untuk memenuhi kuota setiap provinsi, sementara 11 taruna tersebut diduga bukan penduduk asli NTT.
Benny menyatakan bahwa aspirasi publik ini akan dibawa dalam rapat kerja dengan Kapolri pada masa persidangan mendatang.
Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol Ariasandy, menjelaskan bahwa proses seleksi dilakukan secara terbuka dan transparan.
“Pelaksanaan seleksi diawasi dengan ketat oleh pengawas internal dan eksternal, serta hasil tes berdasarkan perolehan masing-masing peserta seleksi,” ungkapnya seperti dikutip dari VoxNtt.
Ariasandy merinci bahwa proses seleksi administrasi dilakukan secara berjenjang di tingkat Polres dan Polda NTT, dan setiap tahapan diawasi ketat oleh pengawas internal (Itwasda dan Propam) serta pengawas eksternal dari berbagai kalangan.
Hasil tes diumumkan secara transparan dengan sistem one day service, dan ujian psikologi serta akademik dilakukan menggunakan sistem CAT di sejumlah sekolah di Kota Kupang.
Selain itu, peserta juga diberikan kesempatan untuk konsultasi kesehatan jika tidak memenuhi syarat kesehatan.
Benny K. Harman berharap penjelasan dari Panitia Seleksi Mabes Polri akan menghindari narasi yang kontraproduktif dan bias etnik tertentu, serta memastikan bahwa rekrutmen dilakukan dengan mempertimbangkan keadilan wilayah Nusantara dan keseimbangan daerah.***
( sumber : batastimor.com )