Kebijakan Membubarkan Petral dan Serangan pada SBY

Sabtu, 23 Mei 2015 00:00
Kami tunduk pada etika demokrasi bahwa Pemerintah pemenang pemilu berhak mendapat keleluasaan untuk membuat kebijakan-kebijakan baru, termasuk membubarkan Petral.  Kami tidak pernah mengambil posisi untuk menghalangi atau apalagi menggagalkan kebijakan tersebut.
 
Kami dengan rendah hati mengingatkan Pemerintahan Jokowi, kebijakan baru tidak menjadi lebih baik hanya karena berbeda dari kebijakan lama. Pemerintah perlu membuktikan banyak hal terlebih dulu sebelum publik dapat diyakinkan bahwa kebijakan-kebijakan baru tersebut memberi manfaat yang jauh lebih besar. Ini alasan paling sederhana yang seharusnya mencegah pemerintah menepuk dada terlalu pagi, sebaliknya menuntut sikap rendah hati dan hati-hati. Di ujung hari, rakyat hanya akan menilai potret besar prestasi pemerintah. Satu atau dua kebijakan bagus tak akan membantu bila bersanding dengan lebih banyak kebijakan keliru.
 
Dalam konteks itu, kami ingin secara khusus mengingatkan, pada kenyataannya saat ini pemerintah sedang menghadapi ujian besar. Pertumbuhan ekonomi macet di angka 4.7% sementara inflasi naik ke angka 7%. Roda ekonomi bergerak sangat lambat dan sebagai akibat langsung: ratusan ribu kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sudah terjadi. Energi pemerintah sebaiknya difokuskan untuk menghadapi ujian berat ini. Perhatian publik jangan dialihkan oleh konflik-konflik yang tidak perlu.
 
Kami peringatkan, tuduhan yang diumumkan oleh Menteri ESDM, Sudirman Said kepada Presiden RI Ke-6 adalah kejahatan penistaan dan fitnah menurut pasal 310 dan 311 KUHP. Adalah penting bagi Presiden Jokowi untuk secara terbuka menjelaskan sikapnya, apakah ia merestui atau mengecam kejahatan yang dilakukan pembantunya itu.
 
Dalam isyu pembubaran Petral, perlu dijelaskan, Menteri BUMN pada saat itu, Dahlan Iskan, mendapat perintah dari SBY sebagai Presiden RI ke-6, untuk melakukan pembenahan Pertamina. Dahlan bahkan mengakui, Presiden SBY juga memintanya melihat kemungkinan agar Pertamina dapat mengimpor langsung tanpa perantara. Dengan kata lain, harus digarisbawahi, bila pada saat itu Dahlan Iskan membangun wacana pembubaran Petral, itu adalah dalam rangka menjalankan perintah Presiden SBY.  
 
Namun, pada kenyataannya hingga berakhir masa jabatannya di kabinet, Dahlan Iskan tidak pernah sampai pada kesimpulan untuk membubarkan Petral. Ia tidak pernah melakukan studi untuk menilai Petral dalam kompleks “tata kelola minyak dan gas bumi” pada saat itu. Dalam rangka pembentukan kebijakan, Ia juga tidak pernah menyampaikan proposal resmi kepada Presiden untuk membubarkan Petral.
 
Inilah yang dimaksud oleh Presiden SBY bahwa ia tidak “tidak tahu” ada usulan dari Dahlan untuk membubarkan Petra. Meski kemungkinan membubarkan Petral bisa saja disinggung dalam diskusi Dahlan dengan SBY, namun Menteri BUMN tidak pernah menyampaikan proposal kebijakan pembubaran Petral kepada Presiden.
 
Faktanya, Menteri BUMN justru mendukung langkah Dirut Pertamina pada saat Itu, Karen Agustiawan, yang memilih membenahi Petral daripada membubarkannya. Dahlan dan Karen menyampaikan argumen yang kurang lebih sama, yakni Petral kini seratus persen dimiliki Pertamina dan langkah yang lebih mendesak adalah mereformasi Pertamina daripada membubarkan Petral.
 
Yang menarik, sikap Dahlan dan Karen pada Maret 2012 itu diamini oleh Menteri ESDM Kabinet Jokowi, yakni Sudirman Said. Pada November 2014, kepada pers Menteri ESDM bahkan menyebut bahwa “Petral ini adalah suatu industri strategis bagi Indonesia”.
 
Sikap Sudirman Said mempertahankan Petral itu mungkin berubah karena mendapat perlawanan dari studi Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi yang diketuai Faisal Basri. Namun demikian, faktanya tidak berubah, pernyataan Sudirman Said bahwa Presiden RI ke-6 menghambat pembubaran Petral adalah tuduhan kosong, bahkan bisa dipertanyakan sebagai usaha “cuci tangan”. Sudirman Said sendiri pada kenyataannya adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah Petral dan tata kelola minyak yang saat ini dikecam dengan hebat.
 
Petral didirikan pada tahun 70-an, yakni pada masa Presiden Soeharto, dan faktanya tidak dibubarkan oleh Presiden-Presiden sesudahnya, yakni Habibie, Gus Dur, Megawati dan SBY. Maka bila Sudirman bermaksud cuci tangan dan melemparkan kesalahan, ia harus bukan hanya menuding SBY, namun sekurang-kurangnya juga menyalahkan Megawati. Bahwa ia kentara membatasi tuduhannya pada SBY, itu menunjukkan niatnya melakukan penistaan yang sengaja.
 
Pada akhirnya, sekali lagi, Presiden Jokowi perlu secara terbuka menjelaskan sikapnya, apakah ia merestui atau mengecam kejahatan yang dilakukan pembantunya itu. Langkah ini penting untuk membebaskan dirinya dari spekulasi bahwa konflik yang tidak perlu ini dirancang dengan sengaja untuk mengalihkan perhatian publik dari kritik atas kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi. 
 
Bagaimanapun juga, seorang pemimpin harus mengambil tanggungjawab atas kesalahan anak buahnya.
 
 
Disampaikan oleh Andi Arief, Didik Mukrianto, Didi Irawadi Syamsuddin, Ulil Abshar Abdalla dan Rachland Nashidik dalam acara jumpa pers Jaringan Nusantara di Jakarta, 23 Mei 2015.

Berita Lainnya

Nasional

Perkuat Ketahanan Air, DPR RI Ajak Parlemen Dunia Hadir dalam WWF di Bali

Nasional

Dede Yusuf: Perundungan di Lingkungan Sekolah Tidak Dibenarkan

Nasional

Infrastruktur Pendidikan Belum Sinkron, Tantangan Selesaikan RUU Bahasa Daerah

Nasional

Komisi II kepada BPN: Basmi Mafia Tanah Mulai dari Internal Dulu

Nasional

Perlunya Pembaharuan Kurikulum di SMK Penerbangan yang Sesuai dengan Kebutuhan Industri

Nasional

BAKN Sayangkan Rendahnya Realisasi PMN Bio Farma

Nasional

Soroti Persiapan Pilkada, Rizki Natakusumah Tanyakan Kesiapan Menkominfo

Nasional

Menkominfo Diminta Kawal Layanan Informasi Selama Idul Fitri dan Pilkada

Berita: Nasional - Perkuat Ketahanan Air, DPR RI Ajak Parlemen Dunia Hadir dalam WWF di Bali •  Nasional - Dede Yusuf: Perundungan di Lingkungan Sekolah Tidak Dibenarkan •  Nasional - Infrastruktur Pendidikan Belum Sinkron, Tantangan Selesaikan RUU Bahasa Daerah •  Nasional - Komisi II kepada BPN: Basmi Mafia Tanah Mulai dari Internal Dulu •  Nasional - Perlunya Pembaharuan Kurikulum di SMK Penerbangan yang Sesuai dengan Kebutuhan Industri •  Nasional - BAKN Sayangkan Rendahnya Realisasi PMN Bio Farma •  Nasional - Soroti Persiapan Pilkada, Rizki Natakusumah Tanyakan Kesiapan Menkominfo •  Nasional - Menkominfo Diminta Kawal Layanan Informasi Selama Idul Fitri dan Pilkada •