Anggota Komisi VII DPR RI Hendrik Sitompul mempertanyakan kinerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) terkait lifting Minyak dan Gas (Migas) yang masih jauh dari target yang ditetapkan pemerintah.
"Terkait target SKK Migas ini sepertinya memang tidak tercapai. Pada akhirnya berdampak pada impor minyak kita. Jadi, ini merupakan beban pemerintah ketika SKK Migas tidak bisa meningkatkan liftingnya, maka impor tetap menjadi sebuah kebutuhan bagi kita," ujar Hendrik, saat RDP Komisi VII DPR dengan SKK Migas dI Ruang rapat komisi VII DPR RI, Senayan Jakarta, Rabu (13/3/2024)
“Ini merupakan beban pemerintah ketika SKK Migas tidak bisa meningkatkan liftingnya, maka impor tetap menjadi sebuah kebutuhan bagi kita”
Dijelaskannya, dengan tidak tercapainya target lifting Migas itu juga bisa terlihat PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dari sektor ESDM (energi dan sumber daya mineral) tahun 2023, sebesar Rp116 triliun. Padahal di Tahun 2022 lalu PNBP di sektor tersebut sebesar 148,70 triliun.
Oleh karenanya pihaknya minta dipaparkan K3S (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) mana saja yang mengalami penurunan lifting dan mana yang mengalami peningkatan produksi Migasnya. Dari sana akan terlihat jelas kinerja masing-masing K3S yang ada. Sehingga akan mudah dilakukan pemetaan untuk mengatasi penurunan lifting Migas tersebut.
Dengan kata lain, Politisi dari Fraksi Partai Demokrat ini berharap SKK Migas dapat menigkatkan lifting dari sumur-sumur yang telah ada. Sehingga perlahan akan mendekati target lifting Minyak yang telah ditetapkan sebelumnya, yakni sebesar 1 juta barel di tahun 2030 mendatang. (ayu/rdn)
( sumber : dpr.go.id )