fraksidemokrat.com—Jakarta, Potensi aparat penegak hukum ‘bermain’ dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 9 Desember 2015 dicermati anggota dewan. Mereka mengingatkan, penegak hukum tidak ikut `terjebak politik` dalam penyelenggaraan Pilkada serentak. Jika masih dilakukan, bisa dipastikan akan timbul kegaduhan politik yang berujung pada penundaan pesta demokrasi tingkat lokal.
Pernyataan terkait hal ini, antara lain disampaikan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat (FPD), Erma Suryani Ranik Minggu (25/10/2015), menanggapi perbedaan pernyataan antara Polda Jawa Timur (Jatim) dengan Kejati Jatim dalam isu penetapan mantan yang juga calon kepala daerah (Cakada) petahana Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebagai tersangka kasus Pasar Turi, akhir pekan lalu.
Polri dan Kejaksaan diingatkan agar tetap menjaga netralitas dalam mengusut suatu kasus tanpa adanya desakan politik di dalamnya. Sehingga, persepsi publik terhadap institusi Kepolisian dan Kejaksaan yang buruk selama ini dapat dipulihkan.
‘’Bagaimanapun, tidak dibenarkan penegak hukum ikut berpolitik,’’ kata Erma Suryani. Ini, tak terkecuali dalam kasus penetapan Tri Rismaharini sebagai tersangka yang sudah dibantah oleh Kapolda Jatim.
‘’Jangan ini dijadikan ada indikasi playing victim jadi seolah-olah tersangka kemudian dinyatakan tidak tersangka, sehingga dikatakan saya dizholimi. Jangan main-main politik kayak gitu. Kalau sudah tersangka ya tersangka, kalau belum ya nyatakan belum,’’ tukas Erma Suryani.
Menurutnya, Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti dan Jaksa Agung HM Prasetyo harus mengevaluasi kinerja jajarannya jelang Pilkada serentak ini. Sebab, kasus Risma ini menjadi pelajaran bagi kedua institusi penegak hukum itu sehingga tidak membuat kegaduhan yang dapat mengganggu pelaksanaan Pilkada serentak.
‘’Ini bukan soal nasib Ibu Risma, tetapi ini soal penegakkan hukum,,’’ kata Erma sebagaimana dikutip harianterbit.com. (th/ harianterbit.com)