Pembentukan DPR Water Caucus atau Kaukus Air DPR saat World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali diharapkan tidak aji mumpung semata. Putu Supadma Rudana selaku Anggota Biro Komite Inter-Parliamentary Union (IPU) untuk Pembangunan Berkelanjutan sekaligus Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI berharap kaukus itu berperan selamanya.
"Dari parlemen, kita sangat peduli dengan isu air dan ini menjadi komitmen kita dalam forum atau kegiatan sidang yang berkelanjutan. Kalau World Water Forum kan seminggu, tapi kalau kaukus ini mudah-mudahan bisa terus sepanjang masa, yang kita prakarsai ini bisa terus hadir memperjuangkan kepentingan masyarakat khususnya akses terhadap air bersih. Masa depan management tehnology dan kaukus sebagai warrior on water," ucap Putu dalam keterangannya, Senin (20/5/2024).
Putu turut mengutip Presiden Air Dunia Loic Fauchon yang menyebut seluruh peserta yang hadir dalam WWF ke-10 merupakan pejuang air. Menurut dia, isu air ini memang sangat krusial dibahas bagi para pemangku kepentingan dunia mengingat ke depan akan menghadapi perubahan iklim (climate change).
"Saat saya bertemu dengan Presiden Dewan Air Dunia Tuan Loic Fauchon di Jakarta. Kita menyadari air sendiri berpengaruh dan terpengaruh oleh perubahan iklim," ucap Putu yang juga mengikuti WWF ke-10 di Nusa Dua, Bali itu.
Putu menyebut data dari World Resources Institute (WRI) Aqueduct Water Risk Atlas menemukan sedikitnya 25 negara-seperempat dari populasi dunia-terekspos pada tingkat water stress yang sangat tinggi secara menahun. Data SDGs 2023 dari PBB, lanjut dia, juga masih mencatat miliaran penduduk masih mengalami kekurangan akses ke air minum layak (aman), sanitasi dan higienitas. Sementara di Indonesia, cakupan layanan air minum telah berada di 91,05 persen dengan target pemerintah 100 persen pada 2024 ini.
"Sekitar 4 miliar penduduk, terancam kelangkaan air sedikitnya sebulan sekali per tahun. Pada 2050, angka tersebut dapat meningkat ke 60% dari penduduk global. Di Indonesia, khususnya Pulau Jawa, Bali, NTB, hingga Tanimbu (Maluku), pada 2030, diperkirakan mengalami kelangkaan air dari tinggi hingga sangat tinggi. Tantangan terkait water stress ini berlipat, tidak hanya dari perubahan iklim, tetapi juga akibat konflik dan peperangan," ungkapnya.
"Tetapi akses air minum perpipaan, menurut data Perpamsi baru 19,74% (2023). Sisanya adalah akses air minum dari sumber lain seperti galon, air permukaan hingga air tanah. Tentu tanpa pengelolaan atau penyaringan memadai, potensi pencemaran bakteri e-coli sangat tinggi," imbuh Putu.
Namun demikian, Putu menyebut bahwa berbagai masyarakat dunia tentu memiliki kearifan-kearifan lokal, dan menarik bagi parlemen untuk kemudian mengetahuinya lebih luas dan berbagi praktik-praktik tersebut. Di Bali, kata dia, kearifan lokalnya adalah konsep Tri Hita Karana, konsep Hari Nyepi, dan sistem irigasi SUBAK dengan menjaga kesinambungan baik danau, sungai maupun springs atau mata air.
"Di Bali dan di Indonesia, tanah air kita juga memiliki penghormatan yang tinggi terhadap air atau disebut TIRTA. Jadi sejak dahulu, Bali memiliki penghormatan yang tinggi terhadap air. Indonesia juga memiliki penghormatan yang sama tinggi antara daratan dan sumber air, yaitu dengan menyebut negeri kita sebagai Tanah Air," pungkasnya.
Berlangsungnya World Water Forum 2024 di Bali diharapkan menjadi momentum untuk memastikan seluruh dunia bergerak bersama dalam menjaga keberlangsungan sumber daya air bagi kehidupan manusia. Akan tetapi, jika ditelaah lebih dalam, terpilihnya Bali sebagai tuan rumah turut memiliki peran penting bagi sektor pariwisata Indonesia.
Salah satu tujuan World Water Forum 2024 di Indonesia adalah menjadi tonggak percepatan targetSustainable Development Goals(SGDs), yaitu akses air bersih dan sanitasi layak. Dengan begitu, besar harapaneventinternasional ini dapat mendorong pelaku kepentingan untuk saling berkolaborasi dalam mencari solusi atas permasalahanair dunia.
"Bali sebagai tuan rumah World Water Forum 2024 juga diharapkan dapat mendorong lebih banyak inovasi. Terutama inovasi dalam teknologi pengelolaan air berkelanjutan. Mengingat, Bali sendiri merupakan percontohan pengelolaan air, yakni sistem Subak sebagai salah satu kekayaan warisan dunia yang telah diakui UNESCO," pungkasnya.
(dhn/dhn)
( sumber : news.detik.com )